Penulis : Rahmat Gazali
|
Editor : Zulkarnain

Bombana – Tuduhan tajam datang dari Konsorsium Pemuda Mahasiswa Sultra Jakarta (KPMSJ) yang menuding adanya aktivitas tambang ilegal dan pencemaran lingkungan di Desa Baliara, Kecamatan Kabaena Barat, Kabupaten Bombana. Nama PT Trias Jaya Agung (TJA) ikut terseret. Namun, pihak perusahaan kini buka suara.

“Tudingan itu salah alamat,” kata Murzamil, Direktur PT Trias Jaya Agung, kepada wartawan, Rabu, 24 April 2025.

Murzamil menjelaskan, PT TJA sudah tidak lagi beroperasi di Pulau Kabaena sejak dua tahun terakhir. Bahkan, menurutnya, tak ada satu pun aktivitas tambang milik perusahaannya di wilayah Baliara seperti yang dituduhkan.

“Silakan dicek langsung ke lapangan. Kami tidak lagi memiliki kegiatan apa pun di sana,” tegasnya.

Ia meminta publik lebih cermat sebelum melontarkan tuduhan dan tidak menyebarkan informasi tanpa dasar yang kuat.

“Ini penting agar tidak terjadi disinformasi yang bisa merusak reputasi perusahaan yang tak bersalah,” ucapnya.

Terkait isu pencemaran lingkungan, Murzamil menegaskan bahwa selama beroperasi, PT TJA selalu mengikuti prosedur dan perizinan resmi dari pemerintah. Ia bahkan membuka diri jika pihak berwenang ingin melakukan verifikasi terhadap data operasional mereka.

“Prinsip kami jelas: bertambang secara bertanggung jawab, bukan sembarangan.”

Murzamil menyayangkan narasi liar yang berkembang tanpa verifikasi. Ia mengajak semua pihak, terutama organisasi mahasiswa dan masyarakat sipil, untuk menjunjung prinsip tabayyun, klarifikasi sebelum menyebarkan tudingan.

“Kami mendukung perlindungan lingkungan, tapi bukan dengan mengorbankan nama baik pihak yang tak bersalah.”

“Kami berharap agar tuduhan ini tidak terus berlanjut tanpa dasar yang jelas,” ujar Murzamil menutup klarifikasinya.

Ia juga menegaskan bahwa PT TJA sangat mendukung upaya perlindungan lingkungan, namun menolak jika hal tersebut digunakan untuk menyudutkan perusahaan yang tidak terlibat.

“Mari kita bersikap objektif dan tidak membiarkan isu yang belum terverifikasi merusak integritas dan nama baik pihak yang tak bersalah,” tambahnya.

Ia juga menambahkan bahwa keruhnya Sungai Lakambula yang kerap dijadikan indikator pencemaran sebenarnya merupakan fenomena alam yang terjadi setiap tahun saat musim hujan.

“Setiap kali hujan deras turun, sungai itu memang selalu keruh. Itu terjadi bahkan ketika tak ada aktivitas tambang sekali pun,” jelasnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak lain yang diduga beroperasi di wilayah tersebut.