Sementara itu, penolakan dari masyarakat terhadap rencana pembangunan kawasan industri tersebut terus bergulir. Dalam aksi demonstrasi yang digelar di DPRD Bombana, warga menyampaikan empat poin tuntutan utama. Mereka meminta Bupati Bombana mencabut surat rekomendasi prinsip yang diberikan kepada PT SIP karena dinilai cacat prosedur dan tidak melibatkan partisipasi publik.
Tuntutan kedua, masyarakat meminta penghentian pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang memasukkan Rarowatu Utara sebagai kawasan industri. Ketiga, mereka mendesak agar pemerintah menghapus wilayah tersebut dari peta rencana kawasan industri dalam revisi RTRW. Dan keempat, warga menuntut agar pemerintah memastikan partisipasi publik yang bermakna, yakni hak untuk didengar, dipertimbangkan, dan dijelaskan dalam setiap proses perencanaan tata ruang.
Menurut para demonstran, kawasan yang akan digunakan untuk pembangunan smelter memiliki fungsi ekologis penting dan berada dalam wilayah berizin tambang aktif, sehingga berpotensi menimbulkan konflik hukum dan lingkungan. Mereka juga menganggap kehadiran PT SIP tidak membawa transparansi, melainkan potensi kerusakan lingkungan dan gesekan sosial di tengah masyarakat.