Metrosultra.id, Kendari — Ketua Gerakan Pemuda Al Washliyah (GPA) Sulawesi Tenggara, Muh Iksan Saranani, dengan tegas menyuarakan keprihatinannya terkait isu yang berkembang mengenai kewajiban bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional 2024 untuk melepas hijab. 15/8/2024.
Menurutnya, jika benar adanya aturan tersebut, maka hal ini merupakan pelanggaran serius terhadap nilai-nilai Pancasila dan norma agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
Dalam pernyataannya, Muh Iksan menekankan bahwa memaksa seseorang untuk melepaskan hijab merupakan tindakan yang tidak sejalan dengan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya Muslim, kita harus menghormati hak setiap individu untuk menjalankan ajaran agama sesuai keyakinannya. Memaksa mereka melepas hijab tidak hanya melanggar etika Pancasila, tetapi juga menunjukkan ketidakpahaman terhadap nilai-nilai dasar negara kita,” ujarnya.
Lebih lanjut, Muh Iksan mempertanyakan peran Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam kasus ini. Ia menilai, jika benar BPIP yang mengusulkan atau memberlakukan aturan tersebut, maka lembaga tersebut perlu dievaluasi secara menyeluruh.
“Jika memang BPIP terlibat dalam kebijakan yang tidak menghargai keyakinan beragama ini, maka sangat mungkin ada kesalahan dalam pemahaman mereka terhadap Pancasila. Dalam hal ini, evaluasi mendalam atau bahkan pembubaran BPIP perlu dipertimbangkan,” tegasnya.
Muh Iksan juga menegaskan bahwa negara tidak boleh membatasi anak-anak perempuan untuk menutupi auratnya, termasuk dalam acara kenegaraan seperti pengibaran bendera pusaka.
Menurutnya, hijab adalah bagian dari identitas seorang Muslimah yang harus dihormati oleh semua pihak. “Ini adalah masalah prinsip dan keyakinan. Kita tidak boleh merayakan kemerdekaan bangsa dengan mengorbankan kebebasan beragama dan hak asasi,” kata Muh Iksan.
Ketua GPA Sultra menyarankan kepada anggota Paskibraka Nasional 2024 yang merasa tertekan untuk melepas hijab agar mempertimbangkan untuk mundur dari tugas mereka.
“Jangan sampai keinginan kita untuk merayakan hari kemerdekaan bangsa justru membuat kita kehilangan kemerdekaan di hadapan Allah SWT. Jika harus mempertaruhkan aqidah kita, lebih baik kembali ke kampung halaman dengan kehormatan,” pungkasnya.