“Dengan belanja modal di bawah 17 miliar, pertumbuhan ekonomi daerah akan bergerak sangat lambat. Pemerintah daerah dipaksa bertahan dengan ruang gerak yang sangat sempit,” ujar Amsar.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bombana masih relatif kecil, hanya Rp 78,34 miliar. Sementara pendapatan transfer mencapai Rp 773,05 miliar, menunjukkan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap dana pusat.
Kondisi ini membuat daerah sulit mandiri secara fiskal, apalagi menghadapi penurunan transfer pusat. Layanan Publik Terancam Terbatas. Minimnya ruang belanja akan berdampak pada: pembangunan infrastruktur baru, peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan, program pemberdayaan ekonomi masyarakat, bantuan sosial, dan kegiatan-kegiatan strategis SKPD.
Sejumlah pemerhati kebijakan daerah menilai pemerintah Bombana harus mengambil langkah adaptasi yang lebih kreatif, seperti: efisiensi belanja barang dan jasa, optimalisasi PAD tanpa membebani rakyat, fokus pada program yang benar-benar prioritas, dan mendorong kolaborasi sektor swasta untuk menutupi keterbatasan fiskal.
“Tahun 2026 adalah ujian strategi fiskal pemerintah Bombana. Anggaran kecil bukan alasan untuk stagnan, tetapi harus mendorong inovasi pelayanan,” kata Amsar.
Dengan APBD yang sebagian besar habis untuk membayar pegawai, Pemerintah Bombana menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas layanan publik dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Masyarakat kini menunggu bagaimana pemerintah mengeksekusi visi pembangunan di tengah kondisi fiskal yang sangat ketat.


