Penulis : Tim Redaksi

Metrosultra.id, Bombana – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bombana memasuki tahun fiskal yang paling berat dalam satu dekade terakhir. APBD Bombana 2026 hanya ditetapkan sebesar Rp 861,39 miliar, turun signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dari total anggaran itu, lebih dari Rp 700 miliar dialokasikan untuk gaji pegawai.

Kondisi ini membuat ruang belanja pembangunan daerah nyaris tidak tersisa.Dalam pidato pengantar APBD, Bupati Bombana Burhanudin menegaskan bahwa struktur anggaran tahun 2026 sangat dipengaruhi oleh penurunan Transfer ke Daerah (TKDD) dari pemerintah pusat. Efeknya, kemampuan daerah untuk membiayai layanan publik di luar gaji pegawai menjadi sangat terbatas.

“APBD 2026 diarahkan pada pemenuhan belanja wajib dan mengikat, serta mandatory spending yang tidak bisa ditunda,” kata Bupati dalam pidatonya yang dibacakan oleh Ir. Syahrun, Plt. Sekda.

Dengan besaran tersebut, praktis lebih dari 80 persen APBD habis untuk kebutuhan rutin. Ini berarti APBD Bombana 2026 hanya cukup untuk membayar pegawai dan sedikit belanja wajib, tanpa ruang berarti bagi pembangunan baru.

Yang paling mengkhawatirkan adalah belanja modal hanya sebesar Rp 16,78 miliar. Jumlah ini terlalu kecil untuk pembangunan infrastruktur, perbaikan fasilitas dasar, maupun proyek strategis yang menopang ekonomi rakyat.

Ketua KNPI Sultra Muh Amsar menilai angka tersebut “secara praktis tidak cukup untuk membangun apa pun yang berdampak besar bagi masyarakat”.

“Dengan belanja modal di bawah 17 miliar, pertumbuhan ekonomi daerah akan bergerak sangat lambat. Pemerintah daerah dipaksa bertahan dengan ruang gerak yang sangat sempit,” ujar Amsar.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bombana masih relatif kecil, hanya Rp 78,34 miliar. Sementara pendapatan transfer mencapai Rp 773,05 miliar, menunjukkan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap dana pusat.

Kondisi ini membuat daerah sulit mandiri secara fiskal, apalagi menghadapi penurunan transfer pusat. Layanan Publik Terancam Terbatas. Minimnya ruang belanja akan berdampak pada: pembangunan infrastruktur baru, peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan, program pemberdayaan ekonomi masyarakat, bantuan sosial, dan kegiatan-kegiatan strategis SKPD.

Sejumlah pemerhati kebijakan daerah menilai pemerintah Bombana harus mengambil langkah adaptasi yang lebih kreatif, seperti: efisiensi belanja barang dan jasa, optimalisasi PAD tanpa membebani rakyat, fokus pada program yang benar-benar prioritas, dan mendorong kolaborasi sektor swasta untuk menutupi keterbatasan fiskal.

“Tahun 2026 adalah ujian strategi fiskal pemerintah Bombana. Anggaran kecil bukan alasan untuk stagnan, tetapi harus mendorong inovasi pelayanan,” kata Amsar.

Dengan APBD yang sebagian besar habis untuk membayar pegawai, Pemerintah Bombana menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas layanan publik dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Masyarakat kini menunggu bagaimana pemerintah mengeksekusi visi pembangunan di tengah kondisi fiskal yang sangat ketat.