Metrosultra.id, Bombana – ugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Bombana kini resmi masuk radar penegak hukum. Kejaksaan Negeri (Kejari) Bombana telah menarik kasus ini ke meja jaksa setelah menerima laporan lengkap beserta bukti yang dinilai cukup kuat.
Sorotan publik mengarah pada Plt. Kabid GTK, berinisial E, yang diduga meminta kepala sekolah menyetor sejumlah uang ke rekening pribadi seseorang berinisial MR. Rekening ini disebut tidak memiliki hubungan struktural dengan dinas, sehingga memunculkan dugaan adanya aliran dana gelap dari satuan pendidikan ke pihak tertentu.
Laporan tersebut diajukan oleh Aliansi Pemuda Peduli Pendidikan (AP3) yang sebelumnya menggelar aksi di depan kantor Dikbud dan Kejari Bombana. Mereka menyerahkan rekaman percakapan antar kepala sekolah, bukti transfer, hingga dokumen yang menggambarkan pola setoran berulang dalam pengelolaan Dana BOS.
Kasi Intel Kejari Bombana, Aan Riyanto Latama, membenarkan bahwa laporan telah diterima resmi dan kini masuk tahap telaah mendalam. Ia memastikan bahwa kejaksaan tidak akan ragu memanggil seluruh pihak yang namanya muncul dalam laporan tersebut.
“Kami akan memanggil satu per satu. Semua akan dimintai keterangan. Kami butuh fakta yang dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Kasus ini semakin menyita perhatian setelah sejumlah kepala sekolah mulai memberikan pengakuan bahwa mereka memang pernah dimintai setoran tertentu. Meski ada juga yang membantah, keberadaan bukti transfer dan rekaman suara menjadi pintu masuk yang sangat kuat bagi aparat penegak hukum.
Sementara itu, gelombang desakan publik terus menguat. Para pengunjuk rasa menilai bahwa praktik seperti ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap dunia pendidikan. Dana BOS seharusnya digunakan untuk kebutuhan sekolah, bukan menjadi objek pungutan liar oleh oknum yang memanfaatkan jabatan.
Kini, dengan naiknya kasus ini ke meja jaksa, masyarakat Bombana menunggu langkah tegas dari Kejari. Penanganan yang transparan, cepat, dan tidak pandang bulu menjadi harapan utama, agar praktik pungli tak lagi mencederai lembaga pendidikan di daerah.


