Mencari skema pembayaran bertahap agar tidak mengganggu jalannya program-program lain.
Memastikan tidak ada proyek fiktif yang justru merugikan keuangan daerah lebih dalam.
Ketiga, Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Meningkatkan penerimaan daerah melalui sektor unggulan seperti pertambangan, perikanan, dan pertanian.
Menciptakan kebijakan yang dapat menarik investor agar ada aliran dana baru yang bisa membantu menutup defisit.
Keempat, Lobi ke Pemerintah Pusat
Mencari kemungkinan bantuan keuangan dari pusat untuk menyelamatkan kondisi fiskal Bombana.
Mengupayakan dana hibah atau insentif daerah yang bisa digunakan untuk menutupi tunggakan.
Masyarakat Bombana menanti langkah konkret Burhanuddin dalam menyelesaikan masalah ini. Janji kampanye yang disampaikan tidak bisa berjalan tanpa fondasi keuangan yang kuat. Jika ia mampu mengambil keputusan yang tepat dalam 100 hari pertama ini, maka kepercayaan publik terhadap kepemimpinannya akan semakin kokoh. Namun, jika ia gagal menavigasi tantangan ini, bukan tidak mungkin harapan yang besar akan berubah menjadi kekecewaan mendalam.
Pada akhirnya, kepemimpinan yang baik bukan hanya soal visi dan janji, tetapi juga kemampuan untuk menghadapi realitas yang ada. Burhanuddin harus membuktikan bahwa ia bukan hanya pemimpin yang pandai berbicara, tetapi juga eksekutor yang mampu menghadirkan solusi nyata bagi Bombana.
Keuangan daerah yang kacau bukan alasan untuk tidak bekerja. Justru di sinilah ujian sejati bagi Burhanuddin sebagai Bupati Bombana. Bagaimana ia menyeimbangkan antara janji pembangunan dan tanggung jawab menyelesaikan utang daerah akan menjadi tolok ukur utama keberhasilannya di awal kepemimpinan. Waktu terus berjalan, dan publik menunggu bukti, bukan sekadar wacana.