Metrosultra.id, Bombana – Dugaan praktik setoran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kembali memicu gelombang perhatian publik di Bombana. Sejumlah kepala sekolah dipanggil oleh Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Bombana untuk memberikan klarifikasi terkait laporan dugaan pungutan yang disebut-sebut mencapai persentase tertentu dari total dana BOS.

Meski prosesnya masih tahap awal, pemanggilan tersebut membuka kembali pembicaraan lama tentang adanya setoran sistematis yang dibebankan kepada para kepala sekolah. Berikut rangkuman Fakta 5 Menit untuk memahami inti kasus.
Sejak awal November, sejumlah kepala sekolah dari berbagai kecamatan diminta hadir ke Unit Tipikor Polres Bombana. Pemeriksaan dilakukan terkait penggunaan dana BOS tahun anggaran 2022, 2023, hingga 2024. Usai pemeriksaan, beberapa kepala sekolah mengaku mendapatkan pertanyaan soal penggunanaan dana BOS.
Dalam informasi yang beredar di kalangan internal sekolah, angka 5 persen disebut sebagai nilai setoran yang diminta setiap pencairan dana BOS. Meski belum ada pernyataan resmi dari aparat, kesaksian antar kepala sekolah memperlihatkan ada permintaan dana, dilakukan secara lisan, dan diposisikan sebagai “uang koordinasi”.
Permintaan uang disebut dikemas sebagai biaya administrasi agar “proses tidak berkembang lebih cepat”. Ini menimbulkan pertanyaan: apakah ini pemerasan hukum atau budaya korup birokrasi yang sudah dinormalisasi?
Sorotan publik kemudian tertuju pada salah satu oknum pejabat di Dinas Pendidikan, khususnya di Bidang GTK. Nama pejabat tersebut disebut-sebut dalam percakapan antar-kepala sekolah.
Namun, ketika dikonfirmasi, pejabat itu langsung menepis tudingan tersebut. “Itu fitnah. Saya tidak pernah meminta setoran dalam bentuk apa pun. Tidak ada perintah, tidak ada instruksi,” ujarnya.
Bantahan ini tentunya membuat kasus semakin pelik, karena pengakuan kasek berlawanan dengan klarifikasi pejabat yang disebut.
Aktivis muda, kelompok masyarakat, dan pemerhati pendidikan mendesak aparat untuk mengusut tuntas aliran dana yang diduga dipungut dari sekolah. Mereka menilai persoalan ini tidak lagi bersifat administratif, tetapi menyangkut integritas tata kelola dana pendidikan yang wajib bersih dari pungutan apa pun.
Kasus ini kini bergulir dengan tensi tinggi. Dana BOS yang seharusnya menopang operasional sekolah, mulai dari pembelian sarana belajar, kegiatan siswa, hingga penunjang pembelajaran, justru diduga menjadi sasaran pemalakan.


